CONTENT BLOGGER HERE
CONTENT TWITTER HERE
CONTENT FACEBOOK HERE

TEMEN LAN BENER

TEMEN : Sungguh-sungguh, konsisten, tidak berubah

BENER : berdasarkan Qur'an dan Hadits

Minggu, 07 Februari 2010

POLNYA ILMU MANQUL

I. PENDAHULUAN

Kemurnian Al Qur'an Hadits secara berjama'ah yang kita tetapi ini adalah secara teori dan praktek. Teorinya : ngajiny Al Qur'an dan Al Hadits yg sistem penyampaian ilmuny secara manqul-musnad-muttasil tidak ro'yi. Praktekny : amal ibadahnya sesuai (pas) dengan Al Qur'an dan Al Hadits tidak ditambah, tidak dikurangi dan tidak dicampuri dengan bid'ah, syirik, khurofat, tahayul, ro'yi, jin-jinan, dan lain sebagainya yang di larang dalam agama Islam.

Bertemunya kita dengan agama Islam yang benar ini karena hidayah Alloh semata dan ini merupakan kenikmatan Allah yang pol (paling tinggi nilainya) bagi kita, maka kita syukuri dengan ucapan Alhamdulilahirobbil alamin, dan sampai agama Islam yang benar kepada kita, ini tidak lepas dari hasil perjuangan para pendahulu kita sebagai perantara hidayah Alloh yang selalu amar ma'ruf nahi munkar terus menerus, tidak bosan-bosan, tidak jemu-jemu, maka kita syukuri dengan ucapan Alhamdulillah Jaza Humullahu hoiro

Sesuai dengan judul di atas dalam makalah ini akan dipaparkan pokok-pokok pembahasan yang meliputi :
1. Pengertian Manqul, Musnad, Muttashil dan Ro'yi.
2. Wajibnya Manqul dan Haramnya Ro'yi.
3. Polny ilmu Manqul, Musnad, Muttashil.

II. PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO'YI

1.1 MANQUL
Manqul itu bahasa arab berasal dari kata Naqola. Manqul secara harfiyah artinya yang dipindahkan. Adapun arti menurut agama Islam adalah belajar mengaji Quran dan Hadits dengan cara berguru atau ilmu Quran dan Hadits yang dimiliki oleh seseorang itu diperoleh melalui proses pemindahan ilmu dari guru ke murid. Adapun sistem manqul ada beberapa macam cara antara lain:-
a) Guru yang membacakan ilmu, murid mendengarkan.
b) Guru sedang mengajar ilmu kepada muridnya kemudian ada orang lain mendengarkannya.
c) Dengan sistem munawalah yaitu guru memberi hak/wewenang kepada muridnya yang dipandang sudah menguasai ilmu manqul untuk mengerjakan dan mengajarkan ilmu tersebut atau guru berkirim surat yang berisi Al Quran dan atau Hadits kepada muridnya tentang suatu masalah lalu murid membaca dan melaksanakannya.

1.2 MUSNAD

Musnad artinya ilmu yang diberikan itu mempunyai sanad/isnad yang shohih. Sanada/isnad (berasal dari kata asnada) artinya sandaran, tempat bersandar. Maksudnya mengajarkan (membaca, memberi makna dan menerangkan) Al Quran dan Hadits dengan sandaran guru yang mengajarkan kepadanya, gurunya dari gurunya lagi dan seterusnya.

1.3 MUTTASHIL
Muttashil artinya bahwa masing-masing sanad/isnad itu bersambung sampai kepada Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam. Jadi manqul-musnad-muttashil artinya mengaji Al Quran dan Hadits secara langsung seorang atau beberapa orang murid yang menerima dari seorang atau beberapa orang guru dan gurunya tersebut asalnya menerima langsung dari gurunya dan gurunya menerima dari gurunya lagi, sambung bersambung begitu seterusnya tanpa terputus sampai kepada penghimpun Hadits seperti Bukhori, Muslim, Nasai, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dll yang telah menulis isnad-isnad mereka mulai dari beliau-beliau (penghimpun Hadits) sampai kepada Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam.

1.4 RO’YI
Ro’yi (berasal dari kata ro’aa) artinya pandangan, pengelihatan, pendapat, maksudnya adalah belajar atau mengkaji Al Quran dan Hadits sendiri tanpa guru, tidak memiliki isnad muttashil atau berguru dari guru yang tidak berisnad atau membaca buku-buku/ kitab-kitab sendiri kerana merasa bisa bahasa arab ditafsiri sendiri,diotak-atik sendiri, difaham-fahami sendiri, diangan-angankan sendiri

2. WAJIBNYA MANQUL DAN HARAMNYA RO’YI

Menurut aslinya mengkaji atau mempelajari ilmu Al quran dan Hadits itu harus dengan cara manqul musnad, muttashil dan muhlis karena Allah. Kerana penyampaian ilmu Al Quran dan Hadits dengan cara manqul, musnad, muttashil adalah cara yang dipraktikkan oleh Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam, para sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama sholihin.

Dari beberapa ayat Al Quran dan Hadits yang telah kita kaji bersama secara manqul kita telah mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam dengan sistem manqul yaitu dimanqulkan oleh Malaikat jibril secara teori dan praktik. Misalnya ketika Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam menerima kemanqulan bacaan Al Quran diperingatkan untuk tidak tergesa-gesa menggerakkan lisannya mendahului Malaikat Jibril tetapi supaya memperhatikan dahulu setelah Malaikat Jibril selesai membacakan Al Quran, Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam baru disuruh mengikuti bacaan tersebut.

Firman Allah : “Kamu jangan menggerakkan lisanmu (untuk mendahului Malaikat Jibril dalam membaca Al Qur'an) kerana tergesa-gesa dengannya. Sesungguhnya atas kami pengumpulan Al Qur'an dan bacaannya. Maka ketika selesai kami bacakan Al Quran itu maka ikutilah bacaannya kemudian sungguh ada pada kami keterangan Al Quran itu. (Al Qiyaamah 16-19)

Contoh lagi ialah pada waktu Allah menurunkan wahyu pertama kali yaitu surah Al-Alaq, Malaikat Jibril membacakan lafaz iqro, maka Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam juga menirukan lafaz iqro. Contoh lagi pada waktu Allah menurunkan wahyu tentang waktunya sholat. Malaikat Jibril menunjukkan waktunya sholat dengan cara mengajak sholat bersama setiap waktu solat selama 2 hari berturut-turut yaitu hari pertama dikerjakan waktu awalnya sholat dan hari kedua dikerjakan pada waktu akhirnya sholat. Setelah itu Rosululloh dan ummatnya disuruh mengerjakan sholat pada waktu yang telah ditentukan antara awal dan akhirnya waktu sholat.

Para sahabat dan para tabi’in juga menggunakan ilmu manqul. Sufyan bin Uyainah pernah bercerita : Zuhri (perowi hadits) pada suatu hari meriwayatkan sebuah hadits, maka aku berkata ” Ceritakan padaku tidak usah pakai isnad”. Imam Zuhri menjawab: “Apakah engkau bisa naik loteng tanpa naik tangga?”.

Imam Tsaury berkata: “Isnad itu senjata orang mu'min”

Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Mencari isnad yang luhur itu sunnah orang dulu karena sesungguhnya teman-teman Abdulloh itu berangkat dari Kufah menuju Madinah, mereka belajar dari Umar dan mendengarkan beliau”.

Ibnu Mubarok (peroawi hadits) berkata di dalam muqodimah Hadits Riwayat Muslim
“Dari Ahli Marwa berkata, saya mendengar Abdan bin Usman berkata, saya mendengar dari Abdullah bin Mubarok ia berkata “Isnad itu termasuk agama dan seandainya tidak ada isnad maka orang akan berkata (masalah agama) sesuka hatinya”

Imam Hakim dan lain-lainnya meriwayatkan dari Mathor al Waroq mengenai firman Allah:
“… datanglah kepadaku dengan kitab sebelum ini atau atsar/labet/isnad dari ilmu jika kamu sekelian orang-orang yang benar” (Surah Al-Ahqaaf :4)

Dia berkata: “Atsarotin adalah isnadul Hadits”
Muhammad bin As-Syafi'i yang menyusun kitab Hadits Musnad Syafi'i beliau mempelajari kitab Hadits Muwatho’ yang disusun oleh Imam Malik. Beliau hafal di luar kepala seluruh isi kitab Muwatho’ tersebut dan faham isinya. Mengingatkan wajibnya manqul maka Imam Abu Idris As Syafi'i memerlukan datang ke Madinah semata-mata untuk menemui Imam Malik dan mengesahkan ilmunya dengan cara manqul langsung, Imam As Syafi'i membaca kitab Muwatho’ secara hafalan dan Imam Malik diam mendengarkannya.

Di dalam Hadits Bukhori diriwayatkan : Jabir bin Abdillah merantau sejauh perjalanan satu bulan menemui Abdullah bin Unais hanya untuk mendapatkan satu Hadits Saja.

Mengaji Al Quran dan Hadits dengan cara manqul, musnad, muttashil bukan sekedar metode tetapi hukumnya “WAJIB”

“Kamu mendengarkan dan akan didengarkan dan orang yang telah mendengar dari kamu akan didengar pula.” (Riwayat Abu Dawud)

“Dari sahabat Jundab ia berkata: Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam telah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Allah yang Maha Mulya dan Maha Agung dengan pendapatnya (secara tidak manqul), walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Daud).

Sedangkan mengkaji Al Quran dan Hadits tanpa manqul atau Ro’yi dilarang dalam agama Islam dan diancam dimasukkan ke dalam neraka. Berarti hukumnya “HARAM” berdasarkan dalil

“Dari Ibnu Abbas rodliallohu anhu berkata bahwa Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda “Barang siapa membaca Al Quran tanpa ilmu (tidak manqul) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (Riwayat At Tirmizi 278)

3. POLNYA ILMU MANQUL

Ilmu manqul yang kita miliki, yang kita praktikkan dalam menetapi Al Quran Hadis secara Jama'ah ini yang kita junjung tinggi ini berdasarkan dalil-dalil haq dalam Al Quran dan Hadits dan secara kenyataannya Allah memberikan nilai yang pol (nilai yang tinggi) di antaranya:

3.1 ILMU MANQUL MENGESAHKAN AMALAN

Dengan ilmu manqul amal ibadah seseorang menjadi sah, diterima oleh Allah, diberi pahala oleh Allah, dimasukkan syurga. Tetapi tanpa manqul atau ro’yi amal ibadah seseorang tidak sah, tidak diterima oleh Allah, tidak mendapat pahala bahkan dimasukkan ke dalam Neraka berdasarkan dalil:

Firman Allah : “Dan janganlah kamu mengatakan/mengerjakan pada apa-apa yang tidak ada ilmu bagimu (ilmu manqul). Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan ditanya/diurus oleh Allah (Surah Al Isra’: 32)

“Dari sahabat Jundab ia berkata: Rosulullohi Sholallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan(menerangkan) kitab Allah yang Maha Mulya dan Maha Agung dengan pendapatnya(secara tidak manqul), walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Dawud :23-24)

Orang yang mangaji Al Quran dan Hadits dengan ro’yi(tidak manqul) sama halnya dengan orang yang menggunakan mata uang asli tetapi dengan cara yang tidak sah. Umpamanya uang itu hasil curian atau seperti masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya atau masuk rumah tidak melalui pintu atau merusak pintu.

3.2 ILMU MANQUL MENJAGA KEMURNIAN AGAMA

Kemurnian agama Islam dapat dijaga dengan cara manqul-musnad-muttashil kerana kita mengatakan, mengamalkan Al Quran dan Hadits ada sandarannya/sanadnya/silsilahnya yang sambung-bersambung sampai Rosulullohi Shollallhu Alaihi Wasallam tanpa berani menambah, mengurangi atau mencampur dengan pendapat sendiri, angan-angan sendiri, menafsirkan sendiri, otak-atik sendiri. Sehingga ilmu Al Quran dan Hadits tetap terjaga kemurniannya. Jika kita berani menambah, mengurangi atau mencampuri Al Quran dan Hadits di luar kemanqulannya diancam dimasukkan ke dalam Neraka.

Berdasarkan sabda Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam : “Takutlah kamu pada Hadits dariku kecuali apa-apa yang kamu ketahui. Barang siapa yang dusta atasku dengan sengaja (hadits bukan dari Nabi dikatakan dari Nabi atau dari Nabi dikatakan bukan dari Nabi) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka dan barang siapa yang mengatakan tentang Al Quran dengan pendapatnya sendiri maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (Riwayat at Tirmizi 278)

Terjaganya kemurnian agama Islam dengan cara manqul-musnad-muttashil jauh dari bid’ah, syirik, khurofat, tahyul dan lainnya dapat digambarkan sebagaimana air gunung yang jernih, bersih, sejuk dan terasa segar bagi siapa saja yang minum di tempat sumbernya (mata airnya). Jika ada orang yang ingin merasakan (minum) air itu jauh dari sumbernya/tempat mata airnya maka harus melihat kepada saluran apa air datang ke situ.

Kalau saluran itu berupa sungai yang terbuka tidak terjaga maka otomatis rasanya akan berubah bahkan bisa menjadi racun karena banyak orang yang membuang kotoran,limbah rumah tangga, limbah industri, sampah ke sungai itu, sehingga sungai itu tercemar. Tetapi jika saluran air itu melalui paip yang baik dan kuat serta terjaga rapat meskipun jauh dari sumbernya. Bahkan melalui got-got, wc-wc di dalam kota, maka rasa air yang keluar dari kran akan sama segarnya dan sama bersihnya dengan air ditempat sumbernya.

Ilmu digambarkan air, sumber mata air menggambarkan asalnya ilmu yaitu dari Allah dan Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam. Sedangkan pipa yang baik dan kuat digambarkan sebagai isnadnya. Inilah gambarannya!

3.3 ILMU MANQUL MUDAH DIFAHAMI DALAM WAKTU YANG SINGKAT

Dengan sistem manqul ilmu Al Quran dan Hadits akan mudah untuk difahami dalam waktu yang relatif singkat, tidak bertele-tele sehingga kita segera bisa mengamalkannya dengan benar dan sah. Sebagaimana keterangan-keterangan yang kita terima dari para mubalik dalam jama'ah, bahwa guru besar kita, pada waktu mengaji secara manqul di Mekah Al Mukarromah hanya memerlukan waktu 10 tahun saja. Alhamdulillah atas peparing/kurniaan Allah dalam waktu 10 tahun itu beliau dapat menerima kemanqulan Al Qur'an 30 juz bacaan, makna dan keterangan dengan Qiro’atussab’a (21 macam bacaan) dan dapat menamatkan bermacam-macam hadits yang kesemuanya sejumlah 49 macam Hadits, semua itu dengan cara manqul dan beliau benar-benar faham terhadap Al Quran dan Hadits yang diterima secara manqul.

Setelah pulang dari Mekkah, beliau terus amar ma'ruf kepada sanak saudara, handai taulan, sahabat-sahabatnya, kenalannya dan siapa sahaja untuk diajak menetapi agama Islam yang haq berdasarkan Al Qur'an dan Hadits secara berjama'ah. Mereka ada yang mau dan ada yang menolak juga ada yang merintangi/menentang tetapi beliau tidak jatuh mental/takut, tetap bersemangat dalam amar ma'ruf dengan bermacam-macam cara, di antaranya beliau selalu mengadakan pengajian khataman/asrama Al Quran dan Hadits secara manqul-musnad-muttashil dan tempat pengajiannya berpindah-pindah. Dalam waktu kurang lebih satu bulan setiap khataman/asrama bisa mengkhatamkan Al Qur'an 30 juz bacaan, makna dan keterangan secara jelas, dan mudah difahami sehingga para peserta khataman pulang dari pengajian merasa puas, senang, gembira dan mantap.

Sampai sekarang kita terus menerus melaksanakan pengajian-pengajian Al Qur'an dan Hadis dengan sistem manqul-musnad-muttashil sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat memahami Al Qur'an dan Hadits dengan mudah. Separti pengajian khataman/asrama di pondok-pondok, daerah-daerah pada bulan Romadhon atau waktu lainya dalam waktu kurang dari satu bulan Al Qur'an 30 juz bacaan, makna, keterangan dapat dikhatamkan atau 12 Kitab himpunan Hadits Nabi dapat dikhatamkan dalam waktu kurang lebih satu bulan. Contoh lagi ialah pengajian Hadits-Hadits Besar seperti Sohih Bukhari, Sunan Nasa’I, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi dan lainnya dalam waktu kurang lebih 15 hari satu juz dapat dikhatamkan.

Dengan cara manqul pengkajian dan pemahaman terhadap isi Al Qur'an dan Hadits jadi mudah, jelas, cepat dan tepat kerana ada yang menuntun dan membimbing secara langsung. Sebagai contoh mudah, jelas, cepat dan tepatnya dalam menerima Al Qur'an dan Hadits secara manqul digambarkan seperti orang yang disuruh mengambil jarum. Orang yang menyuruh menjelaskan: “Ambilkan jarum, jarumnya berada di dalam almari pakaian yang ada di kamar tidur paling bawah, kunci almari ada di atasnya, bukalah almari pakaian itu dan carilah jarum itu pada rak yang paling bawah di situ ada bungkusan kain warna hijau, nah di situlah letaknya jarum”. Orang yang menerima perintah itu dengan sendirinya akan dengan mudah, cepat dan tepat untuk mengambil jarum yang dimaksudkan.

Sedangkan bagi orang yang tidak manqul digambarkan separti orang yang disuruh mengambil jarum dalam almari tersebut belum sampai dijelaskan/dimanquli dia langsung terus mencari sendiri padahal dalam rumah itu kamarnya banyak almari, pakainnya banyak dan dikunci, maka orang tersebut tidak bisa menemukan jarum yang dimaksudkan, seandainya bisa menemukan, itu hanya suatu kebetulan atau setelah bersusah payah membongkar seluruh isi rumah.

3.4 ILMU MANQUL MEMPUNYAI YONI, WIBAWA, GUNA, JAYA, MULYA

Allah memberikan “YONI, Wibawa, Guna, Jaya dan MULYO” kepada ilmu manqul. Hanya ilmu Al Quran dan HadiTs yang diajar secara manqul-musnad-muttashil yang dapat menumbuhkan keimanan, ketaqwaan, kejayaan, kemenangan dan kemulyaan (berupa Syurga).

Kita kembali pada cuplikan sejarah perjuangan lampau, Guru/Syekh kita. Beliau dalam amar ma'ruf menyampaikan agama Islam yang haq ini dengan berbagai macam cara di antaranya beliau pernah mendatangi atau mengumpulkan beberapa ulama/kyai diajak kepada kebenaran kerana yang mereka amalkan selama ini tidak cocok/sesuai dengan ajaran Al Quran dan Hadits yang sebenarnya, karena mereka tidak mau, mereka dimaki-maki bahkan diajak berdebat/adu ilmu, jika mereka dapat mengalahkan dengan dasar Al Quran dan Hadits beliau sanggup "ketok gulu" / potong leher.

Perdebatan yang pernah beliau gelar salah satunya terjadi pada tahun 1952 bertempat di rumah Ketua Kampung/kepala desa. Perdebatan itu dihadiri oleh lebih kurang 35 orang guru/kyai pondok pesantren dan umat Islam lebih kurang 1000 orang dari sekitar kampung. Masalah yang diperdebatkan di antaranya masalah bedug, kentongan, kenduri /doa selametan orang mati, usholi dsb ditinjau dari hukum Islam sebenarnya(ilmu manqul) bahkan mereka disuruh bertanya apa saja tentang Islam, semua pertanyaan mereka dijawab berdasarkan Al Quran dan Hadits. Dan mereka tidak dapat menyalahkan jawaban beliau. Hal itu menunjukkan sebagian contoh bahwa Allah memberikan/paring “kehebatan/yoni, wibawa” dan “jaya”(kemenangan) pada ilmu manqul.

Dengan ilmu secara manqul-musnad-muttashil Allah memberikan “guna” (manfaat). Dengan cara manqul-musnad-muttashil seseorang akan mempunyai keimanan yang kuat, kokoh, tidak mudah terpengaruh dan imannya mengakar seperti akar pohon yang kuat dan rimbun daunnya, serta berbuah tanpa mengenal musim. Iman dan taqwanya selalu nampak di mana saja dan dalam keadaan apa saja, seperti telah digambarkan oleh Allah dalam Surat Ibrohim: 24-25

“Apakah kamu belum tahu (Muhammad) bagaimana Allah membuat gambaran kalimat yang baik(kalimat yang menunjukkan haq, kalimat tauhid, Al Quran), kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat, daunnya rimbun dan berbuah setiap musim dengan izin Tuhannya. Demikian Allah membuat gambaran untuk manusia supaya mereka ingat".

Sebaliknya orang yang mengkaji Al Quran dan Hadits dengan tidak manqul, musnad, muttashil, tidak dapat memberi “Guna”(manfaat). Meskipun ilmunya banyak, peribadinya tidak dapat mengamalkan, Allah menggambarkan dalam Surat Ibrohim:26

“Dan gambaran kalimat yang jelek/buruk (kalimat yang batil, kalimat yang sesat) sebagaimana pohon yang tidak kuat, mudah tumbang dari atas bumi”

III. KESIMPULAN

- Kita wajib bersyukur kepada Allah yang telah memberi hidayah kepada kita semua, sehingga kita ridlo menerima Agama Islam secara murni, sistem pengambilan ilmu secara murni (manqul-musnad-muttashil) dan pengamalannya juga murni (tidak dicampuri dengan bid’ah, syirik, khurofat, tahayul, jin-jinan dan lainnya).

- Menurut aslinya mengkaji Al Qur'an dan Hadits itu harus dengan manqul-musnad-muttashil yaitu cara yang telah dipraktikkan oleh Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam, para shahabat, para tabi’in dan ulama-ulama sholihin.

- Mengkaji Al Quran dan Hadits dengan cara manqul-musnad-muttashil hukumnya “WAJIB”, sedangkan dengan cara tanpa manqul/ro'yi dilarang dalam agama, hukumnya “HARAM”.

- Allah memberikan ilmu manqul-musnad-muttashil adalah ilmu pol (tinggi nilainya) antaranya:
- Mengesahkan pengamalan
- Menjaga kemurnian keaslian Agama Islam
- Mudah difahami dalam waktu yang relatif singkat
- Memberikan “YONI, WIBAWA,GUNA(manfaat),JAYA” (kemenangan / kejayaan) “MULIA”(dunia akhirat)

- Mengagungkan terhadap ilmu secara manqul adalah menganggap ilmu secara manqul merupakan ilmu yang paling pol/ polnya ilmu sak jagad rad. Maka kita harus menganggap ilmu manqul adalah ilmu yang pol, tidak bisa dianggap remeh. Sesuai sabda Rasulullohi Sholallohu Alaihi Wasallam :“Barang siapa yang membaca dan memahamai Al Quran (secara Manqul) kemudian ia berpendapat bahwa ada seseorang yang diberi lebih utama daripada yang telah diberikan kepadanya. berarti dia mengagungkan apa-apa yang Allah meremehkan dan meremehkan apa-apa yang Allah mengagungkan” (Riwayat Al Tabrani dari Tafsir Ibnu Katsir 234\4)

- Mengingat polnya ilmu secara manqul-musnad-muttashil maka ilmu tersebut harus kita jaga, pertahankan kemurniannya serta kita sebar-luaskan secara terus-menerus, sambung-bersambung, turun-temurun illa yaumil qiyamah.
PENGKAJIAN ARTI MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI Sep 16, '08 9:17 PM
for everyone

Sesuai dengan judul di atas dalam makalah ini akan dipaparkan pokok-pokok perbahasan yang meliputi:-
1) Pengartian Manqul, Musnad, Muttashil dan Ro’yi
2) Wajibnya Manqul dan Haramnya Ro’yi
3) Utamanya/tinggi Ilmu Manqul, Musnad, Muttashil

1. PENGARTIAN MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI
1.1 MANQUL
Manqul itu bahasa arab berasal dari kata Naqola. Manqul secara harfiyah artinya yang dipindahkan. Adapun arti menurut agama Islam adalah belajar mengaji Quran dan Hadis dengan cara berguru atau ilmu Quran dan Hadits yang dimiliki oleh seseorang itu diperoleh melalui proses pemindahan ilmu dari guru ke murid. Adapun sistem manqul ada beberapa macam cara antara lain:-
a) Guru yang membacakan ilmu, murid mendengarkan.
b) Guru sedang mengajar ilmu kepada muridnya kemudian ada orang lain mendengarkannya.
c) Dengan sistem munawalah yaitu guru memberi hak/persetujuan kepada muridnya yang dipandang sudah menguasai ilmu manqul untuk mengerjakan dan mengajarkan ilmu tersebut atau guru berkirim surat yang berisi Al Quran dan atau Hadis kepada muridnya tentang suatu masalah lalu murid membaca dan melaksanakannya.

1.2 MUSNAD
Musnad artinya ilmu yang diberikan itu mempunyai sanad/isnad yang sahih. Sanad/isnad (berasal dari kata asnada) artinya sandaran, tempat bersandar. Maksudnya mengajarkan (membaca, memberi makna dan menerangkan) Al Quran dan Hadits dengan sandaran guru yang mengajarkan kepadanya, gurunya dari gurunya lagi dan seterusnya.

1.3 MUTTASHIL
Muttashil artinya bahwa masing-masing sanad/isnad itu bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Jadi manqul-musnad-muttashil artinya mengaji Al Quran dan Hadits secara langsung seorang atau beberapa orang murid yang menerima dari seorang atau beberapa gurunya tersebut asalnya menerima langsung dari gurunya dan gurunya menerima dari gurunya lagi, sambung bersambung begitu seterusnya tanpa terputus sampai kepada penghimpun Hadis separti Bukhari, Muslim, Nasai, Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah dll yang telah menulis isnad-isnad mereka mulai dari beliau-beliau (penghimpun Hadis) sampai kepada Rasulullah SAW. Rasulullah bersambung sehingga Jibril dan Jibril daripada Allah.

1.4 RO’YI
Ro’yi berasal dari kata ro’aa artinya pandangan, pengelihatan, pendapat, maksudnya adalah belajar atau mengkaji Al Quran dan Hadits sendiri tanpa guru, tidak memiliki isnad muttashil atau berguru dari guru yang tidak berisnad atau membaca buku-buku/ kitab-kitab sendiri kerana merasa bisa bahasa arab ditafsiri sendiri,diotak-atik sendiri, difaham-fahami sendiri, diangan-angankan sendiri

2. WAJIBNYA MANQUL DAN HARAMNYA RO’YI
Menurut aslinya mengkaji atau mempelajari ilmu Al quran dan Hadits itu harus dengan cara manqul musnad, muttashil dan muhlis kerana Allah. Kerana penyampaian ilmu Al Quran dan Hadits dengan cara manqul, musnad, muttashil adalah cara yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama sholihin.

Dari beberapa ayat Al Quran dan Hadits yang telah kita kaji bersama secara manqul kita telah mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW dengan sistem manqul yaitu dimanqulkan oleh Malaikat jibril secara teori dan praktikal. Misalnya ketika Rasulullah SAW menerima kemanqulan bacaan Al Quran diperingatkan untuk tidak tergesa-gesa menggerakkan lisan-lisannya mendahului Malaikat Jibril tetapi supaya memperhatikan dahulu setelah Malaikat Jibril selesai membacakan Al Quran, Rasulullah SAW baru disuruh mengikuti bacaan tersebut.

Firman Allah yang bermaksud: “Kamu jangan menggerakkan lisanmu (untuk mendahului Malaikat Jibril dalam membaca Al Quran) kerana tergesa-gesa dengannya. Sesungguhnya atas kami pengumpulan Al Quran dan bacaannya. Maka ketika selesai kami bacakan Al Quran itu maka ikutilah bacaannya kemudian sungguh ada pada kami keterangan Al Quran itu. (Al Qiyaamah 16-19)

Inilah bukti Rasulullah SAW menerima wahyu secara manqul. Contoh lagi ialah pada waktu Allah menurunkan wahyu pertama kali yaitu surah Al-Alaq, Malaikat Jibril membacakan lafaz iqro, maka Rasulullah SAW juga menirukan lafaz iqro. Contoh lagi ialah pada waktu Allah menurunkan wahyu tentang waktunya solat. Malaikat Jibril menunjukkan waktunya solat dengan cara mengajak solat bersama setiap waktu solat selama 2 hari berturut-turut yaitu hari pertama dikerjakan waktu awalnya solat dan hari kedua dikerjakan pada waktu akhirnya solat. Setelah itu Rasulullah SAW dan ummatnya disuruh mengerjakan solat pada waktu yang telah ditentukan antara awal dan akhirnya waktu solat.

Para sahabat dan para tabi’in juga menggunakan ilmu manqul. Sufyan bin Uyainah pernah bercerita : Zuhri (perawi hadis) pada suatu hari meriwayatkan sebuah hadis, maka aku berkata ” Ceritakan padaku tidak usah pakai isnad”. Imam Zuhri menjawab: “Apakah engkau bisa naik loteng tanpa naik tangga?”.

Imam Tsaury berkata: “Isnad itu senjata orang mukmin”
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Mencari isnad yang luhur itu sunnah orang dahulu kerana sesungguhnya teman-teman Abdullah itu berangkat dari Kufah menuju Madinah, mereka belajar dari Umar dan mendengarkan beliau”. Jadi orang dahulupun mencari ilmu pada orang yang berguru.

Ibnu Mubarak (perawi hadis) berkata di dalam mukadimmah Hadis Riwayat Muslim
“Dari Ahli Marwa berkata, saya mendengar Abdan bin Usman berkata, saya mendengar dari Abdullah bin Mubarak ia berkata “Isnad itu termasuk agama dan seandainya tidak ada isnad maka or